Jakarta.Thetime23.com. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan isu penundaan Pemilu 2024 merupakan persoalan besar bagi penyelenggara Pemilu. Bagja menilai isu penundaan pemilu yang terus digoreng akan muncul sikap pesimis dari masyarakat.
“Bagaimana masyarakat percaya jika kemudian isu ini selalu digoreng terus, tunda, tidak, tunda, tidak, lama-lama masyarakat ini ‘nggak jadi ini pemilu’,” kata Bagja dalam seminar Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (17/3/2023).
Bagja yakin jika Pemilu ditunda, maka tudingan pertama yang dilempar masyarakat adalah ke penyelenggara yakni KPU, Bawaslu, hingga DKPP. Oleh karena itu, Bagja menyebut para penyelenggara pemilu harus tetap mengawasi agar pemilu dapat tetap berjalan.
“Begitu tidak jadi maka tunjuk tudingan pertama adalah kepada penyelenggara Pemilu itu saya yakin. Tudingan pertama dan tidak berhasilnya pemilu adalah kepada penyelenggara Pemilu. Ini yang perlu dijaga oleh KPU dan kami di Badan Pengawasan Pemilu, karena kalau tunda-jadi ataupun Pemilu gagal yang disalahkan pasti KPU dan Bawaslu berikut DKPP,” sambungnya
Bagja menegaskan Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Isu penundaan Pemilu bertentangan dengan aturan yang berlaku
Pemilihan umum dalam Undang-Undang Dasar dinyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan melalui proses yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, catatannya dan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Jadi isu penundaan tentu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar,” kata Bagja.
Lebih lanjut, Bagja mengatakan isu penundaan Pemilu menjadi persoalan besar. Hal itu lantaran menyangkut transparansi dan akuntabilitas penyelenggara Pemilu.
“Kalau tidak dianggap itu putusan pengadilan, tapi kalau kita melaksanakan itu juga persoalan besar, dalam sistem penegakan hukum pemilunya,” ujarnya.
Inilah hal ini yang menjadi persoalan kita ke depan mengenai menganggap bagaimana tiga kekuasaan puncak negara itu saling mengawasi, baik kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan alhamdulillahnya penyelenggara pemilu di tengah-tengah di antara situ, yang kadang bisa digeser, akhirnya digeser ke legislatif bahkan dihentakkan oleh kekuasaan yudikatif,” imbuh dia.(Sumber detikNews.com).