Sigli – Belakangan ini, Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo (Jokowi) berencana akan mengunjungi lokasi tragedi pelanggaran HAM berat di Pidie, Aceh. Aparat TNI-Polri terus melakukan preparasi tempat untuk menyambut kedatangan orang nomor satu di negeri ini.
Kilas balik melawan lupa, Tragedi Rumoh Geudong adalah salah satu dari beberapa kejahatan besar konflik Aceh yang dilakukan oleh oknum aparat TNI (Kopasus) selama masa konflik Aceh (1989–1998), Tragedi ini terjadi di sebuah rumah tradisional Aceh yang djadikan sebagai markas TNI di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Disanalah tempat penyiksaan, pemerkosaan secara paksa, dan pembunuhan secara tak manusiawi, merampas hak kemerdekaan hidup, melanggar hak asasi manusia. Bertahun lamanya penyintas dan keluarga menunggu keadilan HAM, namun baru beberapa waktu lalu masuk dalam catatan Negara sebagai pelanggaran HAM berat yang sudah diakui oleh Presiden. Presiden atas nama Negara meminta maaf dan melakukan upaya penyelesaian pelanggaran HAM melalui Non-Yudisial bagi penyintas dan keluarga korban Tragedi Rumoh Geudong.
Baru sesaat dirasakan rasa haru dan bahagia oleh penyintas dan keluarga korban serta masyarakat Aceh, justru luka lama muncul kembali atas tindakan dan statmen Pj Bupati Pidie yang begitu arogan dan tak paham akan sejarah.
Pernyataan sesat Pj Bupati Pidie terhadap awak media, bahwa “Melihat sisa-sisa Rumoh Geudong ini saja, korban yang ingin melupakan peristiwa di masa lalu menangis. Jadi, kenangan inilah yang ingin kita lupakan. Jangan lupa, ini bukan situs sejarah,” Kamis (22/06/2023),
Statmen diatas sama halnya melempar minyak pertalite di atas bara api yang belum elok padam, bahkan membuat sayatan baru di hati yang luka. Penyampaian ini seolah-olah mengajak bangsa Aceh melupakan tragedi itu dengan menghapus sisa bangunan bukti sejarah kelam di Aceh.
Sementara itu, Muda Seudang Pidie, selaku organisasi kepemudaan yang hadir ditengah masyarakat, merasa sangat kecewa dengan pernyataan buta tersebut, Ketua Umum Muda Seudang Pidie, Barlian menyatakan “Peryataan Pj bupati pidie terhadap kejadian rumoh geudong bukan sejarah adalah pembodohan terhadap generasi bangsa, jangan membuat gaduh dan memancing luka lama,” ujarnya kepada awak media melalui whatsapp, minggu (25/6/2023).
Seharusnya, lanjut barlian, selaku kepala Daerah, PJ Bupati Pidie merupakan keterwakilan masyarakat untuk mengurus konservasi seluruh nilai sejarah yang ada di Pidie, Baik itu situs bangunan sejarah, maupun cagar budaya dengan tujuan sebagai memorialiasi sejarah di masa depan bagi masyarakat Aceh, khususnya Pidie.
“Semestinya Pj Bupati memberikan pemahaman yang baik dengan penuh rasa keadilan dan kebijaksanaan, bukan dengan dengan statmen yang kontroversi. Ini sama hal nya membuat luka yang baru diatas luka yang lama, luka lama belum sembuh tapi tumbuh luka yang baru, “ucap Barlian.
Secara ide dan gagasan, kata Barlian, kita sepakat, apa mau bangun Mesjid, Museum, Sekolah dan lain-lainnya, tapi jangan hilangkan data bukti forensik yudisial di situs Rumoeh Geudong karena akan menjadi barang bukti Pelanggaran HAM berat masa lalu.
“perlu di pahami, itu adalah situs sejarah nyata dimasa konflik Aceh, bukan cerita legenda yang harus dipelintir, dan harus di ingat, Bangsa yang bermartabat, apabila masih mengingat sejarah bangsanya sendiri,” Tuturnya.
Muda Sedang Pidie mengajak Pemerintah Daerah wujudkan sinergitas bersama KKR Aceh, Komnas HAM Aceh, Kontras dan LSM lainnya agar tidak salah kaprah dalam mengambil tindakan, apalagi menyangkut kepentingan masyarakat umum terkait kasus Pelanggaran HAM di Aceh.
“Pemerintah Daerah Pidie hendaknya harus berkolaborasi baik dengan pihak-pihak terkait, agar tindakan dan kebijakan tidak salah kaprah dan kontroversi, Sehingga tidak gaduh ditengah Masyarakat. Oleh karena itu, tinggalkan yang jelek buah yang keruh ambil yang jernih, ” Tutupnya.